Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Selasa, 30 November 2010

PENUNDAAN TERKABULNYA DOA

“Belum terkabulnya doa si hamba, setelah berusaha berulang-ulang berdoa penuh harapan, jangan sampai berputus asa, karena belum terkabulnya doa kita. Sebab Allah Swt. telah memberi jaminan diterimanya doa setiap hamba Allah, menurut pilihan dan ketentuan Allah sendiri, bukan atas pilihan dan kemauan si hamba, atau menurut waktu yang dikehendaki hamba, akan tetapi Allah Ta’ala telah menetapkan kapan dan di saat apa doa seorang hamba di terima oleh-Nya.”
Berdoa kepada Allah, tidak cukup hanya sekali, tetapi harus berkali-­kali. Kita boleh saja merajuk dalam doa. Boleh berkeluh kesah kepada Allah atas derita-derita kita. Boleh pula menyampaikan rasa senang dan gembira dengan penuh syukur atas semua yang telah dikabulkan Allah.
Syarat diterimanya suatu doa, apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa. Karena jelas tidak semua permohonan yang disampaikan kepada Allah Ta’ala itu langsung dikabulkan. Tidak cepatnya suatu doa itu dikabulkan Allah Ta’ala, bukan berarti Allah menolak doa hamba-Nya. Karena Allah Swt. telah memberi jaminan bahwasanya setiap doa akan diterima. Allah Swt. mengingatkan, “Berdoalah kepada­Ku, niscaya akan Aku kabulkarr doamu.” (QS. Al Baqarah: 172)
Allah Swt. adalah Rabb yang Maha Mengetahui akan kondisi hamba-­hamba-Nya. Kapan dan bilamana Allah mengabulkan permohonan si hamba. Namun demikian terkabulnya doa, tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan rencana Allah Swt. Seperti dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala dalam surat Al­Baqarah ayat 172, yang artinya kurang lebih: Apabila hamba-hamba-Ku menanyakan tentang Aku, sesungguhnya Aku ini dekat. Aku akan menjawab pertanyaan orang yang memohon kepada Ku apabila ia berdoa.”
Dari sahabat Jabir ra. bahwasanya Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Tiada seorang hamba yang meminta dengan suatu permohonan, melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta, jika ia menahan diri dari suatu perbuatan maksiat, Allah Ta’ala akan menyelamatkan dirinya dari bahaya, atau diampuni dosa-dosanya. Selama si-hamba tidak berdoa kepada perbuatan (amal) yang mendekatkan diri kepada dosa, atau berdoa agar terputus dari persaudaraan dengan karib kerabatnya.”
Syarat diterimanya doa:
1. Berdoa dengan sepenuh hati dan bersifat tulus.
2. Bersih dari dosa-dosa yang menghambat lancarnya doa.
3. Memulai doa dengan hamdalah (mengucapkan sifat-sifat Allah dalam asma’ul husna), dan ditutup dengan mengucapkan kalimat “Subhana Rabbika Rabbit Izzati amma yasifun wa salamun alal mursalin wal hamdu lillahi Rabbit ‘Alamin.
4. Penuh harapan agar doanya dikabulkan oleh Allah Swt.
5. Tidak tergesa-gesa mengucapkan kalimat doa.
6. Menanti dengan sabar, sehingga Allah megabulkan doanya.
Kapan doa seorang hamba dikabulkan oleh Allah Ta’ala? Suatu doa yang telah dipanjatkan kepada Allah Swt. dengan jaminan bahwasanya setiap doa hamba yang mukmin pasti akan diterima oleh Allah Ta’ala. Setiap doa yang telah dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT, dalam waktu yang telah ditetapkan. Atau Allah Ta’ala menunda mengabulkan doa, yang akan diperkenankan dalam waktu lain. Apabila doa seorang hamba belum dikabulkan di masa hidupnya, maka doa itu akan dipetik hasilnya di alam akhirat. Atau akan menjadi sebab diampuninya dosa­-dosa seorang hamba.
Berdoalah karena doa adalah perisai yang akan memberi dorongan bagi seorang hamba, di saat ia sangat memerlukan pertolongan Allah Ta’ala. kebutuhan manusia kepada Allah, dan merasakan kekurangan dan keterbatasan dirinya, akan menempatkan doa sebagai suatu yang benar­benar sangat bernilai bagi manusia.
Syekh Ahmad Ataillah mengingatkan:
“Janganlah menjadikan seseorang ragu terhadap janji Al­lah, sebab sebelum terpenuhinya janji tersebut, walaupun pada saat yang sangat diperlukan. Karena meragukan janji Allah, akan menjadi sebab si hamba menjadi redup iman dan penglihatan mata hatinya, dan memadamkan cahaya jiwanya.”
Apa yang telah dijanjikan Allah kepada manusia tidak perlu diragukan. Karena hati yang ragu akan membawa akibat rusaknya iman dan lenyapnya sinar Allah dari hati kita. Oleh sebab itu, maka seorang mukmin hendaklah meyakini dengan sepenuh hati, bahwa yang telah dijanjikan Allah, pasti akan diterima oleh si hamba.
Allah Swt. adalah Al Khaliq yang Maha Kuasa, serta mengetahui kapan dan bilamana permintaan seorang hamba akan diberikan. Seorang hamba berhadapan dengan janji Allah wajib bersifat tenang dan istiqamah. Artinya, tidak selalu bimbang dan ragu. Karena perasaan seperti ini menunjukkan kelemahan iman.
Hubungan hamba dengan Al Khaliq, adalah hubungan yang sangat dekat sekali. Akrabnya hubungan ini diibaratkan dekatnya urat kuduk dengan tengkuk kita sendiri. Oleh karena hubungan yang sangat erat ini, maka seorang hamba dapat berdialog langsung dengan Allah, dalam upaya mendengar langsung, dan merasakan langsung, anugerah-anugerah besar dari Allah, yang kadang-kadang secara implisit dapat dirasakan oleh si hamba.
Manusia dalam hubungan dengan Allah, tidaklah semata-mata karena ia tahu Allah itu wujud, akan tetapi dalam hubungan selanjutnya manusia mampu berhubungan dengan Allah melalui “bashirah”, yakni mata hati rohaninya.
Uraian berikut pada bab selanjutnya akan dimaklumi, bagaimana manusia rnenggunakan bashirahnya, mengenal dan berhubungan dengan Allah Swt.
Dalam pada itu Allah Jalla Jalaluh, akan terus menerus menguji tingkat iman manusia. Kemampuan hamba menghadapi segala peristiwa dan keteguhan dirinya mempertahankan keimanannya. Ujian dari Allah akan menentukan pula tingkat iman seorang hamba, bahkan akan menyempurnakan keimanan sang hamba.
Di atas segala hal yang dihampkan oleh si hamba dari Allah Swt., maka si hamba tetap mempunyai kewajiban melaksanakan tugas ibadahnya, dan tetap mengangungkan Allah Ta’ala sendiri, tidak menyerikatkan Allah dengan yang selain-Nya.
Sifat ragu dan syak kepada Allah Swt., apabila tidak berhati-hati, akan membawa akibat seorang hamba melewati batas-batas yang tidak boleh ia langgar. Batas-batas itu adalah akidah yang meliputi sifat-sifat dan Zat Allah Ta’ala. Syak, akan membuat orang lupa, bahwa Allah Ta’ala adalah Zat yang Maha Mengetahui, Maha berilmu, Maha Kaya, serta Maha Mulia, lagi Adil Bijaksana.
Sifat-sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang tidak sama dengan sifat manusia yang pelupa, tidak mengetahui, tidak berkuasa, tidak adil adalah suatu pertanda lengkap, bahwa Allah yang memiliki sifat kesempurnaan, akan menepati janji-Nya kepada manusia.
Manusia beriman yang dilengkapi dengan indera rasa dan pikir, adalah anugerah Allah, agar manusia memanfaatkan seluruh indera jasmaninya untuk memahami Allah Ta’ala dalam melaksanakan tugas hidupnya dan menempa keimanannya sepanjang anugerah itu dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini